Sabtu, 01 Desember 2012

Program CSR PT Unilever Indonesia bertajuk Markas Petualangan Taro (MPT)


              PT Unilever Indonesia Tbk yang beroperasi di Indonesia sejak tahun 1933, telah tumbuh dan berkembang bersama masyarakat Indonesia selama 75 tahun. Unilever, sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap masyarakat, secara berkelanjutan menjalankan program tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR) tidak hanya pada program korporasi, tetapi juga pada brand-brandnya yang 95% produknya digunakan rumahtangga. Sukses Unilever tidak dapat diraih tanpa kepercayaan masyarakat. Program sosial masyarakat yang dilakukan brand-brand Unilever di antaranya: Kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), Program Edukasi Kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), Program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango), Program memerangi kelaparan dan membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band) dan masih banyak lagi. Dalam bidang korporasi, di bawah payung Yayasan Unilever Indonesia, Unilever menjalankan tanggung jawab sosial perusahaannya dalam bidang: program pemberdayaan masyarakat/UKM (Program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam), program edukasi kesehatan masyarakat (Pola Hidup Bersih dan Sehat / PHBS), Program Lingkungan (Green and Clean), dan lain-lain.
Sebagai perusahaan penyedia consumer products yang mempunyai peran penting di Indonesia, Unilever adalah produsen merek-merek terkenal di seluruh dunia yang juga terkenal di tingkat regional dan lokal, antara lain Pepsodent, Lifebuoy, Lux, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Rinso, Molto, Pond's, Citra, Blue Band, Royco, Bango, Wall's dan masih banyak lagi. Sebagai perusahaan yang telah 'go public' pada tahun 1981 dan sahamnya tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, Unilever memiliki komitmen kuat untuk terus maju bersama Indonesia. Pada tahun 2007 PT Unilever Indonesia Tbk berhasil meraih pertumbuhan laba besih 14% atau mencapai Rp 2 triliun, dengan pertumbuhan penjualan 11% atau mencapai Rp 12,5 triliun.

Program CSR PT Unilever Indonesia bertajuk Markas Petualangan Taro (MPT)
Anak program Jakarta Green & Clean dalam menggerakkan komunitas untuk membentuk karakter anak yang mandiri, peduli dan kreatif melalui aktivitas petualangan
Jakarta, 10 Juni 2008 (ANTARA) - Menyusul kesuksesan Jakarta Green & Clean (JGC), PT. Unilever Indonesia, Tbk melalui merek camilan andalannya, Taro, meluncurkan program Corporate Social Responsibility (CSR) baru bertajuk Markas Petualangan Taro (MPT). Program kepedulian pada anak-anak ini mulai dijalankan oleh masyarakat pada April 2008 lalu. Unilever yang berkiprah di Indonesia sejak 1933 ini menciptakan MPT dengan tujuan untuk membentuk karakter anak yang mandiri, peduli dan kreatif melalui aktivitas petualangan dengan memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggal.
"Kampanye Markas Petualangan Taro kami yakini akan memberikan manfaat bagi masa depan anak-anak kita, karena masa depan bangsa ini terletak di tangan mereka," tutur Adeline Ausy Setiawan selaku Marketing Manager Modern Snacks & Beverages PT. Unilever Indonesia, Tbk. "Kami menyadari, untuk mewujudkan misi sosial ini kami tidak dapat melakukannya sendiri, maka kami menggandeng JGC yang telah sukses dengan program pemberdayaan masyarakat untuk lebih peduli mencintai lingkungan. Dan untuk mengimplementasikannya kami bermitra dengan Masyarakat, PKK, psikolog dari Propotenzia dan Aksi Cepat Tanggap (ACT) untuk saling bahu-membahu demi mewujudkan karakter anak yang unggul," jelas Ausy.
Ausy menambahkan, "Pada tahap awal MPT berlangsung di 25 RW (Rukun Warga) yang tersebar di DKI Jakarta, dengan masing-masing wilayah Kotamadya dipilih lima titik. Ke-25 titik ini merupakan proyek awal.
Psikolog anak Lina E. Muksin, M.Psi berpendapat, "Setiap anak memiliki jiwa petualang, anak usia Sekolah Dasar mulai mengenal lingkungan di luar rumah sebagai aktifitas petualanganya. Sayangnya di kota-kota besar pada umumnya kurang ramah terhadap anak, di mana amat minim lahan bermain. Tak heran banyak anak bermain di ruang terbuka yang bukan difungsikan sebagai lahan bermain yaitu jalanan. Jika kondisi ini tidak diakomodir dengan baik akan menjerumuskan anak untuk menyerap secara langsung yang ada di lingkungannya."
General Manager Yayasan Unilever Peduli, Sinta Kaniawati, memaparkan bahwa MPT merupakan anak program JGC - MPT terlahir dari program JGC yang secara holistik mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya, tetapi juga mengajak masyarakat untuk peduli tehadap perkembangan anak di lingkungannya. Berdasarkan pengamatan tim JGC, pihaknya melihat area JGC masih kekurangan sarana untuk bermain anak, padahal lingkungan tersebut sebenarnya bisa memanfaatkan lahan yang tersedia sebagai sarana anak untuk berpetualang. Oleh karena itu pihaknya menggandeng Taro untuk menggarap program sosial kemasyarakatan yang dapat mengeliminir masalah kurangnya lahan bermain buat anak-anak."
Program MPT dikemas dengan misi agar semua anak tetap bisa tumbuh sesuai dengan kebutuhan usianya sehingga mereka berkembang dengan masa kanak-kanak yang lebih menyenangkan dan bermakna. Menurut Brand Manager Taro Amalia Sarah Santi, "MPT mengajak masyarakat luas untuk berperan serta menjadi sahabat bermain dan pelindung, di mana mereka bisa mendapatkan dukungan dan membangun harapan bersama."
Berdasarkan riset yang dilakukan di area MPT oleh Propotenzia hubungan antara orang tua dan anak kurang berjalan maksimal, ini dikarenakan 83% orang tua cenderung mengalami stres. Oleh karena itu peran orang kurang efektif dalam mengasuh anak. Sehingga anak cenderung kurang optimal dalam perkembangan psikososialnya yaitu penggambaran citra diri yang negatif, kurang dapat mengendalikan emosi, kurang harmonis dengan orang tua, tidak dapat bersosialisasi.
Sarah melanjutkan, "MPT juga ditujukan untuk lebih mempererat hubungan antara anak dan ibunya melalui aktifitas petualangan yang digelar secara berkala di lingkungan masing-masing. Melalui program MPT, anak dapat kembali bebas bermain, termasuk mengenal lingkungannya di tengah kurangnya lahan bermain. Sebagai contoh lapangan badminton yang biasanya dipakai orang dewasa setiap Sabtu atau Minggu dapat digunakan menjadi ajang bermain anak-anak peserta program MPT. Melalui aktivitas petualangan yang dilakukan secara rutin selama 2 jam per minggu, anak-anak mendapat kesempatan untuk melatih dan mengembangkan kompetensi, berinteraksi dengan teman sebaya, terlibat dalam kerjasama tim, kreatif memecahkan masalah, menumbuhkan kepedulian dan mengembangkan inisiatif, mengontrol emosi serta mengevaluasi diri. Program ini juga sebagai sarana memberdayakan para Ibu untuk turut serta mendidik anak, serta mampu membuat anak memiliki haknya kembali untuk bermain."
Beberapa contoh permainan dalam MPT adalah "Peta RT-ku", "Ranjau Darat", "Sekolah Batu", "Para Semut Petualang", "Sahabat Taro Peduli" dan "Keluargaku Teman Petualanganku".
"Program Markas Petualangan Taro mengharapkan masyarakat untuk berperan secara aktif dalam menanamkan kepedulian akan pentingnya membentuk karakter anak melalui aktifitas petualangan di lahan sekitar. MPT yang dikembangkan dan dimiliki masyarakat diharapkan akan bermanfaat, berkelanjutan dan optimal, "Sarah menambahkan.
Program MPT versus fenomena anak jalanan
Kurangnya lahan bermain dapat menjadi salah satu pemicu kenaikan anak jalanan. Psikolog anak Lina E. Muksin, M.Psi mengatakan anak di usia sekolah sangat suka berpetualang. Hanya saja, rumah dan benda-benda di dalamnya bukan lagi area petualangan yang menarik bagi anak. Mereka ingin sesuatu yang baru sehingga lingkungan di luar rumah menjadi tujuan mereka berpetualang. Pengaruh lingkungan dapat diserap langsung oleh anak sehingga berakibat buruk, seperti anak usia dini yang mulai merokok, tingginya angka anak jalanan, serta hal-hal negatif lainnya. Sebagai contoh kondisi di kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang masih memprihatinkan, di mana ruang ruang terbuka bebas terus berkurang. Di Jakarta, ruang terbuka hijau pada 2002 hanya tersisa 5.059 Ha ( 9 % ) dari luas DKI sebesar 66.152 Ha.

Analisis
PT Unilever Indonesia tak henti hentinya mangajak masyarakat untuk lebih perduli pada berbagai hal setelah keberhasilannya mengajak masyarakat dalam membenahi sampah melalui program JGC. Kini PT unilever menitikberatkan programnya khusus untuk anak-anak, dengan nama bertajuk Markas Petualangan Taro (MPT). Program kepedulian pada anak-anak ini mulai dijalankan oleh masyarakat pada April 2008 lalu. Unilever yang berkiprah di Indonesia sejak 1933 ini menciptakan MPT dengan tujuan untuk membentuk karakter anak yang mandiri, peduli dan kreatif melalui aktivitas petualangan dengan memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggal. Program yang di pelopori oleh PT Unilever ini merupakan program yang sangat mendidik, selain membuat anak-anak menjadi displin program tersebut juga dapat menjadikan anak cinta terhadap lingkungan serta peka terhadap sosial. Dengan diadakan program tersebut masyarakat juga semakin yakin dan percaya akan produk-produk yang diluncurkan oleh PT Unilever, sehingga secara tidak langsung meningkatkan citranya didalam masyarakat. 

http://www.antaranews.com/view/?i=1213070876

Kamis, 29 November 2012

Properti Bermasalah (tulisan)


Properti Bermasalah

Rumah sebagai tempat tinggal adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan akan rumah semakin meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan membangun rumah secara mandiri semakin sulit diwujudkan. Membeli rumah di kompleks perumahan menjadi pilihan karena bisa dibeli dengan cara angsuran. Tak heran bisnis perumahan tumbuh sangat pesat, terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun seperti yang sering terjadi, selalu ada penyimpangan bestek, legalitas, dan harga. Rumah yang dibangun seringkali berkualias dibawah standar konstruksi, dokumen-dokumennya (IMB dan sertifikat) bermasalah, dan harganya pun terlalu tinggi daripada nilai yang sesungguhnya. Sering kita dengar bahwa bangunan yang pada saat awal mula ditempati tampak indah dan manis, ternyata hanya selang beberapa bulan saja sudah mulai keropos, lapuk, dimakan rayap, retak, bocor, dan sebagainya. Lebih buruk lagi, ternyata sertifikatnya pun tidak segera bisa didapatkan karena IMB nya juga belum diurus. 

Contoh kasus:
a. PT EFGHI, pengembang perumahan, bersengketa dengan konsumen digugat oleh para pembelinya karena kualitas bangunan yang sangat buruk dan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang tidak dibangun. Buruknya kualitas bangunan terutama dijumpai pada kualitas campuran semen, kayu, dan besi tulangan yang tidak sesuai standar kualitas bangunan tahan gempa.
b. PT JKLMN diadukan oleh konsumennya karena pengembang itu belum bisa menyelesaikan urusan Ijin Mendirikan Bangunan meskipun rumah-rumah itu sudah ditempati 2 (dua) tahun! Ternyata IMB belum bisa dikeluarkan oleh Dinas Kimpraswil karena pengembang tidak memenuhi aturan tentang site plan dan adanya permasalahan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
c. PT PQRS harus digugat oleh konsumennya karena diduga telah berbuat tidak jujur dalam menyatakan ukuran luas tanah dan bangunan. Luas tanah dan bangunan yang telah dibayar konsumen ternyata tidak sesuai dengan ukuran yang sesungguhnya, sehingga konsumen merasa dirugikan.

http://www.bisnisberetika.blogspot.com/2010/11/contoh-kasus-pelanggaran-etika.html

BRTI akan Tagih Uang Pelanggan ke Telkomsel (tulisan)


BRTI akan Tagih Uang Pelanggan ke Telkomsel

Jakarta - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai Telkomsel telah melakukan bisnis tak sehat dalam komersialisasi layanan 3G. BRTI akan meminta ganti rugi atas biaya yang dikeluarkan pelanggan. Anggota BRTI Kamilov Sagala mengatakan, langkah Telkomsel menggelar layanan 3G sebelum proses Uji Laik Operasi (ULO) rampung, merupakan praktek bisnis tak sehat. Telkomsel terkesan berusaha "mencuri start" dari operator-operator lain yang juga punya lisensi 3G. Telkomsel membuka pendaftaran pra-registrasi 3G mulai 15 Agustus 2006, meskipun belum lulus ULO. Telkomsel menyatakan, registrasi 3G itu hanya untuk edukasi bagi pelanggan, dan berjanji akan memberi layanan yang setimpal dengan biaya registrasi yang dikeluarkan pelanggan. Kamilov menilai Telkomsel melakukan kebohongan publik dengan mengutip biaya dari para pelanggannya yang ingin "mencicipi" layanan 3G yang digelarnya. "Kalau mereka melakukan penarikan, itu salah. Belum ULO pun mereka sudah menarik (biaya), bisnisnya tak sehat. Mencuri start itu tidak sehat," kata Kamilov, usai acara diskusi bertema: SMS Premium; Antara Bisnis, Layanan dan Etika, di Restoran Bebek Bali, Senayan, Jakarta, Selasa (05/08/2006). "BRTI akan minta penggantian, karena itu pembohongan publik," imbuhnya. Kamilov juga menyinggung, janji Telkomsel untuk memberi ganti rugi kepada pelanggannya yang sudah melakukan pendaftaran layanan 3G. Menurutnya, janji itu sekaligus membuktikan bahwa Telkomsel memang melakukan kebohongan. "Janji yang diberikan Telkomsel untuk mengganti, itukan secara tidak langsung membenarkan kebohongan mereka. Bersilat lidah. Itu tidak beretika," kata Kamilov. Kamilov mengatakan, BRTI akan mengenakan sanksi terhadap Telkomsel atas hal tersebut. Namun disadarinya, pemberian peringatan pun sudah cukup menjadi ganjaran. "Ya, harusnya kena sanksi denda. Tapi dikasih peringatan saja itu sudah membahayakan mereka, karena menyangkut image perusahaan," cetusnya. "Kami tidak mau dinilai tidak tegas, dinilai pilih-pilih dalam menindak."

http://inet.detik.com/read/2006/09/05/182953/669160/399/brti-akan-tagih-uang-pelanggan-ke-telkomsel

Nestapa Tenaga Kerja (tulisan)


Nestapa Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat, berperan signifikan dalam pencapaian tujuan perusahaan (laba), dan menjadi penggerak ekonomi keluarga. Tapi kesejahteraan tenga kerja (apalagi bila dikonotasikan buruh), masih memprihatinkan. Selain gaji atau upah yang rendah (yang berada di bawah Upah Minimum Propinsi atau Kebutuhan Hidup Layak), posisi mereka juga sangat rentan karena sangat mudahnya perusahaan memberhentikan pekerja (khususnya karyawan kontrak). Bahkan, untuk mendapatkan pekerjaan, sebagian dari mereka harus mengeluarkan ’uang jaminan’ alias harus ’membeli’ pekerjaan. Lebih celaka lagi, banyak calon karyawan yang tertipu oleh lembaga penyalur tenaga kerja: uang yang disetorkan dibawa kabur sehingga harapan untuk bekerja pun pupus.
Contoh kasus:

a. CV CDK melarikan uang jaminan kerja yang disetorkan para pencari kerja;

b. Yayasan AAF mempekerjakan karyawan secara tidak patut: menempatkan karyawan bukan pada bidang yang dijanjikan (calon sarjana diminta menjadi juru masak dan jaga warung) dengan jam kerja yang tidak manusiawi (jam 03:00 sampai jam 24:00); menahan ijasah karyawan sebagai jaminan ’hutang’ yang harus dibayar karyawan;

c. PT GMX telah menunggak pembayaran gaji dan upah lembur karyawan selama berbulan-bulan; 

d. Pemilik tempat hiburan GR menciptakan rasa tidak nyaman dan aman pada karyawan dengan memasang target kerja yang terlalu tinggi; berbelit-belit dalam kenaikan gaji; dan menolak pemberian pesangon yang layak pada karyawan yang berhenti.

http://www.bisnisberetika.blogspot.com/2010/11/contoh-kasus-pelanggaran-etika.html

Lisensi tak sesuai, Google diperiksa (tulisan)


Lisensi Tak Sesuai, Google Diperiksa

Jakarta - Google sepertinya nekat mengoperasikan layanan lokalnya -- Google.cn -- tanpa lisensi yang sesuai. Walhasil, raksasa internet asal Amerika itu pun diinvestigasi. Menurut laporan dari pihak pers kenegaraan, pihak berwewenang Cina kini tengah menyelidiki Google. Disinyalir Google.cn tidak memiliki lisensi Internet Content Provider (ICP). Padahal untuk bisa beroperasi di Cina Google seharusnya memiliki lisensi tersebut. "Tanpa lisensi itu, modal asing tidak akan diperbolehkan bergabung di bisnis telekomunikasi, termasuk untuk pelaksanaan ICP," papar salah satu media cetak Beijing News dan dikutip detikINET dari AFP Selasa (21/02/2006). Lebih lanjut, menurut pemaparan media cetak itu, pihak Kementerian Informasi Cina sudah mengetahui status operasi Google di Cina. Dan kini pihak berwewenang tengah menyelidiki insiden tersebut. Sampai sejauh ini Google.cn memakai lisensi ICP lokal, sama seperti yang dipakai Ganji.com, salah satu situs informasi Cina. Namun dikabarkan, beberapa perusahaan internet asing sebelumnya juga memakai lisensi ICP dari perusahaan lokal. Sampai berita ini diturunkan, para eksekutif di Google dan Ganji.com masih belum angkat bicara perihal kasus ini. Sekedar mengingatkan, beberapa waktu lalu Google sempat membuat gempar komunitas pengguna internet terkait masalah penyensoran situs dan konten yang dilarang Cina. Google beserta tiga perusahaan internet dan teknologi Amerika lainnya -- Yahoo, Microsoft dan Cisco -- dikritik karena telah membantu dan bekerja sama dengan Cina untuk menyelenggarakan usaha sensor tersebut.

http://inet.detik.com/read/2006/02/21/154126/544022/399/lisensi-tak-sesuai-google-diperiksa?id771108bcj