Kamis, 29 November 2012

Properti Bermasalah (tulisan)


Properti Bermasalah

Rumah sebagai tempat tinggal adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan akan rumah semakin meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan membangun rumah secara mandiri semakin sulit diwujudkan. Membeli rumah di kompleks perumahan menjadi pilihan karena bisa dibeli dengan cara angsuran. Tak heran bisnis perumahan tumbuh sangat pesat, terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun seperti yang sering terjadi, selalu ada penyimpangan bestek, legalitas, dan harga. Rumah yang dibangun seringkali berkualias dibawah standar konstruksi, dokumen-dokumennya (IMB dan sertifikat) bermasalah, dan harganya pun terlalu tinggi daripada nilai yang sesungguhnya. Sering kita dengar bahwa bangunan yang pada saat awal mula ditempati tampak indah dan manis, ternyata hanya selang beberapa bulan saja sudah mulai keropos, lapuk, dimakan rayap, retak, bocor, dan sebagainya. Lebih buruk lagi, ternyata sertifikatnya pun tidak segera bisa didapatkan karena IMB nya juga belum diurus. 

Contoh kasus:
a. PT EFGHI, pengembang perumahan, bersengketa dengan konsumen digugat oleh para pembelinya karena kualitas bangunan yang sangat buruk dan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang tidak dibangun. Buruknya kualitas bangunan terutama dijumpai pada kualitas campuran semen, kayu, dan besi tulangan yang tidak sesuai standar kualitas bangunan tahan gempa.
b. PT JKLMN diadukan oleh konsumennya karena pengembang itu belum bisa menyelesaikan urusan Ijin Mendirikan Bangunan meskipun rumah-rumah itu sudah ditempati 2 (dua) tahun! Ternyata IMB belum bisa dikeluarkan oleh Dinas Kimpraswil karena pengembang tidak memenuhi aturan tentang site plan dan adanya permasalahan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial.
c. PT PQRS harus digugat oleh konsumennya karena diduga telah berbuat tidak jujur dalam menyatakan ukuran luas tanah dan bangunan. Luas tanah dan bangunan yang telah dibayar konsumen ternyata tidak sesuai dengan ukuran yang sesungguhnya, sehingga konsumen merasa dirugikan.

http://www.bisnisberetika.blogspot.com/2010/11/contoh-kasus-pelanggaran-etika.html

BRTI akan Tagih Uang Pelanggan ke Telkomsel (tulisan)


BRTI akan Tagih Uang Pelanggan ke Telkomsel

Jakarta - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai Telkomsel telah melakukan bisnis tak sehat dalam komersialisasi layanan 3G. BRTI akan meminta ganti rugi atas biaya yang dikeluarkan pelanggan. Anggota BRTI Kamilov Sagala mengatakan, langkah Telkomsel menggelar layanan 3G sebelum proses Uji Laik Operasi (ULO) rampung, merupakan praktek bisnis tak sehat. Telkomsel terkesan berusaha "mencuri start" dari operator-operator lain yang juga punya lisensi 3G. Telkomsel membuka pendaftaran pra-registrasi 3G mulai 15 Agustus 2006, meskipun belum lulus ULO. Telkomsel menyatakan, registrasi 3G itu hanya untuk edukasi bagi pelanggan, dan berjanji akan memberi layanan yang setimpal dengan biaya registrasi yang dikeluarkan pelanggan. Kamilov menilai Telkomsel melakukan kebohongan publik dengan mengutip biaya dari para pelanggannya yang ingin "mencicipi" layanan 3G yang digelarnya. "Kalau mereka melakukan penarikan, itu salah. Belum ULO pun mereka sudah menarik (biaya), bisnisnya tak sehat. Mencuri start itu tidak sehat," kata Kamilov, usai acara diskusi bertema: SMS Premium; Antara Bisnis, Layanan dan Etika, di Restoran Bebek Bali, Senayan, Jakarta, Selasa (05/08/2006). "BRTI akan minta penggantian, karena itu pembohongan publik," imbuhnya. Kamilov juga menyinggung, janji Telkomsel untuk memberi ganti rugi kepada pelanggannya yang sudah melakukan pendaftaran layanan 3G. Menurutnya, janji itu sekaligus membuktikan bahwa Telkomsel memang melakukan kebohongan. "Janji yang diberikan Telkomsel untuk mengganti, itukan secara tidak langsung membenarkan kebohongan mereka. Bersilat lidah. Itu tidak beretika," kata Kamilov. Kamilov mengatakan, BRTI akan mengenakan sanksi terhadap Telkomsel atas hal tersebut. Namun disadarinya, pemberian peringatan pun sudah cukup menjadi ganjaran. "Ya, harusnya kena sanksi denda. Tapi dikasih peringatan saja itu sudah membahayakan mereka, karena menyangkut image perusahaan," cetusnya. "Kami tidak mau dinilai tidak tegas, dinilai pilih-pilih dalam menindak."

http://inet.detik.com/read/2006/09/05/182953/669160/399/brti-akan-tagih-uang-pelanggan-ke-telkomsel

Nestapa Tenaga Kerja (tulisan)


Nestapa Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat, berperan signifikan dalam pencapaian tujuan perusahaan (laba), dan menjadi penggerak ekonomi keluarga. Tapi kesejahteraan tenga kerja (apalagi bila dikonotasikan buruh), masih memprihatinkan. Selain gaji atau upah yang rendah (yang berada di bawah Upah Minimum Propinsi atau Kebutuhan Hidup Layak), posisi mereka juga sangat rentan karena sangat mudahnya perusahaan memberhentikan pekerja (khususnya karyawan kontrak). Bahkan, untuk mendapatkan pekerjaan, sebagian dari mereka harus mengeluarkan ’uang jaminan’ alias harus ’membeli’ pekerjaan. Lebih celaka lagi, banyak calon karyawan yang tertipu oleh lembaga penyalur tenaga kerja: uang yang disetorkan dibawa kabur sehingga harapan untuk bekerja pun pupus.
Contoh kasus:

a. CV CDK melarikan uang jaminan kerja yang disetorkan para pencari kerja;

b. Yayasan AAF mempekerjakan karyawan secara tidak patut: menempatkan karyawan bukan pada bidang yang dijanjikan (calon sarjana diminta menjadi juru masak dan jaga warung) dengan jam kerja yang tidak manusiawi (jam 03:00 sampai jam 24:00); menahan ijasah karyawan sebagai jaminan ’hutang’ yang harus dibayar karyawan;

c. PT GMX telah menunggak pembayaran gaji dan upah lembur karyawan selama berbulan-bulan; 

d. Pemilik tempat hiburan GR menciptakan rasa tidak nyaman dan aman pada karyawan dengan memasang target kerja yang terlalu tinggi; berbelit-belit dalam kenaikan gaji; dan menolak pemberian pesangon yang layak pada karyawan yang berhenti.

http://www.bisnisberetika.blogspot.com/2010/11/contoh-kasus-pelanggaran-etika.html

Lisensi tak sesuai, Google diperiksa (tulisan)


Lisensi Tak Sesuai, Google Diperiksa

Jakarta - Google sepertinya nekat mengoperasikan layanan lokalnya -- Google.cn -- tanpa lisensi yang sesuai. Walhasil, raksasa internet asal Amerika itu pun diinvestigasi. Menurut laporan dari pihak pers kenegaraan, pihak berwewenang Cina kini tengah menyelidiki Google. Disinyalir Google.cn tidak memiliki lisensi Internet Content Provider (ICP). Padahal untuk bisa beroperasi di Cina Google seharusnya memiliki lisensi tersebut. "Tanpa lisensi itu, modal asing tidak akan diperbolehkan bergabung di bisnis telekomunikasi, termasuk untuk pelaksanaan ICP," papar salah satu media cetak Beijing News dan dikutip detikINET dari AFP Selasa (21/02/2006). Lebih lanjut, menurut pemaparan media cetak itu, pihak Kementerian Informasi Cina sudah mengetahui status operasi Google di Cina. Dan kini pihak berwewenang tengah menyelidiki insiden tersebut. Sampai sejauh ini Google.cn memakai lisensi ICP lokal, sama seperti yang dipakai Ganji.com, salah satu situs informasi Cina. Namun dikabarkan, beberapa perusahaan internet asing sebelumnya juga memakai lisensi ICP dari perusahaan lokal. Sampai berita ini diturunkan, para eksekutif di Google dan Ganji.com masih belum angkat bicara perihal kasus ini. Sekedar mengingatkan, beberapa waktu lalu Google sempat membuat gempar komunitas pengguna internet terkait masalah penyensoran situs dan konten yang dilarang Cina. Google beserta tiga perusahaan internet dan teknologi Amerika lainnya -- Yahoo, Microsoft dan Cisco -- dikritik karena telah membantu dan bekerja sama dengan Cina untuk menyelenggarakan usaha sensor tersebut.

http://inet.detik.com/read/2006/02/21/154126/544022/399/lisensi-tak-sesuai-google-diperiksa?id771108bcj